Thursday 4 June 2009

Dari email ke penjara dan juru selamat

Malam itu saya mampir di warung mas goplan, yang seperti biasa selalu melayani omongan saya disela kesibukannya melayani pembeli.

“lha iya mas…bu prita itu lho, kok ngenes banget to, sudah sakit, masuk rumah sakit larang, mbayar, gak puas, eh malah dipenjara” saya membuka obrolan
“iya, kasihan ya…tapi yang lebih kasian lagi, lebih banyak orang yang peduli sama kasus manohara daripada kasus bu prita ini lho…”

“ah, mosok, sampeyan tau darimana itu? Wong saya liat di email, facebook, maupun situs situs berita, menurut saya seimbang itu popularitasnya”

“lha sampeyan lihatnya di internet, coba sampeyan Tanya ibu ibu yang runtang runtung kerjaannya nggosip sama tetangganya itu, coba tanyain, tentang kasus bu prita, pasti dikit yang ngerti. Trus Tanya kasu manohara, pasti langsung pada fasih ngomongnya. Ini fakta lho mas, mayoritas rakyat negeri ini Cuma dapet informasi yang digelontorkan dari tivi local. Dan masih sedikit yang mau baca surat kabar baik cetak maupun internet…intinya di negeri ini tivi masih lebih berkuasa daripada internet, jadi segede apapun cause tentang ibu prita di internet, akan tetep kalah popular dengan brita infotainment di tivi”

Saya Cuma terdiam sambil garuk garuk dengkul

Mas goplan buka suara lagi “tapi beruntung juga ibu prita ini, kasusnya kebuka publik pas lagi anget angetnya kompetisi pilpres…jadi lumayan bisa jadi ajang kampanye buat para ‘juru selamat’ dadakan itu, sampeyan ngerti kan maksud saya? Itu bagus juga buat bu prita, terlepas dari motif apa para juru selamat itu membantunya, bu prita akan tetap terbantu dengan bantuan ini”

Saya mengangguk cepat “iya saya ngerti mas”

“makanya mas, mari kita doakan yang terbaik buat bu prita, semoga dia bisa mendapat keadilan. Kalaupun di peradilan dunia masih belum adil, masih ada peradilan Tuhan…iya ngak mas?”
“Iya bener mas, amin” jawab saya….

Tentang manohara dan ambalat

“kok semua tivi sama Koran begitu bombastisnya ngangkat berita tentang manohara ini to?” begitu cetus mas goplan tiba tiba ketika saya mampir di warungnya kemarin…
“ha gimana wong itu kasian lho, orang Indonesia, dikawini sama pangeran Malaysia, trus lha kok disiksa ditutuli rokok segala itu mas, apa ndak pelanggaran kedaulatan Indonesia itu namanya?” jawab saya. Dia tidak berekspresi, lalu menjawab “tapi manohara nya kelihatan seger bugar begitu kok, malah menurut saya terlihat terlalu sehat untuk ukuran seseorang yang habis disiksa trus kabur lewat singapura apa itu segala. Lagian, kok aneh, kenapa pas disuruh nunjukkan bukti fisik, misalnya visum, kok kesannya mbulet terus ndak jadi jadi. Apa ndak aneh itu?”. Saya mulai agak gusar “lho mas, sampeyan kok tidak berperikemanusiaan gitu, itu warga negara NKRI lho mas, pelecehan terhadap warga negara berarti pelecehan terhadap kedaulatan Negara to? Betul tidak?”…

Percakapan terhenti sejenak ketika ada salah satu pelanggannya yang membayar. Mas goplan langsung berkata lagi “wooo, jadi kalo pelecehan terhadap warga Negara, berarti pelecehan terhadap kedaulatan Negara to? Jadi kalau ada warga Negara kita disiksa di Malaysia gitu, berarti Malaysia melecehkan kita?” saya langsung jawab “ha iya to, pastinya”.

Mas goplan, without missing a beat, menjawab “lha terus selama ini TKI TKI kita disiksa, kerja dengan fasilitas dibawah standar, sampai digantung di Malaysia, itu pelanggaran kedaulatan Negara apa tidak?” saya mulai agak ragu ketika menjawab “pasti”. “lha terus kenapa kesannya selama ini ketika ada berita TKI disiksa, beritanya biasa biasa saja tidak segempar manohara ini? Kasus TKI disiksa ini ndak satu dua orang lho mas, dan butinya jelas ada, kalaupun visumnya ndak ada, penampilan orangnya pun sudah kelihatan bekas disiksa, tapi kenapa ketika kasus manohara, sampe ada campur tangan FBI segala untuk memulangkan manohara? Apa keistimewaan manohara dibandingkan dengan saudara saudara kita TKI yang disiksa majikan sampe pulang ada yang cacat, ada yang gendheng, ada yang hamil…itu gimana?”…saya terus terang mulai glagepan ndak bisa njawab…

Mas goplan menambahkan lagi “berita manohara membombardir media Indonesia, kasus kebobrokan pemilu legislative yang lalu pun sukses hilang dari headline media. Kira kira kalau berita tentang manohara sudah basi, akan ada berita apalagi ya untuk menutupi kebobrokan pileg lalu itu? Kemarin kan ada kasus pak antasari yang berkaitan dengan caddy semlohe itu, trus manohara, lalu apalagi ya?”. Saya pun nyerah “waduh, ndak tau lagi mas”. Kembali mas goplan berkata “ealah, ada wong ayu disiksa pangeran Malaysia kita umyek tentang kedaulatan Negara, di waktu yang sama, ambalat dikangkangi Malaysia, ndak ada yang peduli…apa mau ambalat nanti nasibnya kaya sipadan ligitan? Giliran ambalat akhirnya lepas, baru pada umyek…gek maunya apaaa…”

mas goplan, agak kenthir tapi sehat

Mas goplan, adalah seorang pria sederhana yang berjualan ayam bakar di pinggir jalan, rute yang hampir tiap hari saya lewati ketika pulang-pergi kerja naik angkot. Pembawaannya yang apa adanya dan murah senyum membuat saya betah ngobrol dengannya. Tentu saja saya tidak percaya waktu dia bilang dulunya dia adalah seorang yang temperamental, karena ketika saya tanya gimana bisa berubah dari seorang pemarah yang emosian menjadi orang yang bisa dibilang nggak bisa marah seperti sekarang, dia hanya pringas pringis tanpa pernah ngaku. Tapi sudahlah, itu masalah pribadi dia yang saya tidak perlu tahu. Ini yang saya pelajari dari dia, urusan pribadi ya pribadi, ndak ada perlunya kita ngurusi urusan pribadi orang lain tanpa diminta. Termasuk urusan agama dan spiritual. Memang pandangan spiritualnya menurut saya agak nyleneh tapi tidak salah juga. Prinsipnya yang “religion is your personal business with the Lord” membuat dia mempunyai banyak teman dari berbagai pandangan dan ideologi agama. Yang menurut dia itu bagus karena membuat bahan dan lawan diskusinya luas tanpa terkotak kotak agama apa, mahzab apa, aliran apa, sekte apa, ideologi apa.

Mas goplan adalah orang jawa, dan dia terlihat bangga sekali dengan ke’jawa’annya tanpa terperangkap sikap picik primordial yang rasis. Alasannya simple saja, karena menurut dia jawa adalah budaya leluhurnya, dia terlahir dan dibesarkan dalam budaya jawa. Menurut saya sih tidak segagah itu, menurut saya itu karena ketika dia berusaha berbicara bahasa indonesia, lidahnya yang nggedabel itu tidak mampu menyembunyikan logatnya yang medok sekali, maka apa boleh buat, bahasa indonesianya tercampur bahasa jawa disana sini, dibilanglah dia bangga akan indentitasnya sebagai orang jawa.

Secara keseluruhan, mas goplan mungkin termasuk ke golongan orang agak kenthir…

Tulisan tulisan berikut adalah rekaman dari pembicaraan saya dengannya ketika saya mampir di warungnya, ditengah kesibukannya melayani pembeli …